Ghazi Muhammad Elfian

Ghazi Muhammad Elfian

15 desember 2018 aku dan dan istriku berencana untuk pulang ke rumah di kota Batang. Hal itu sudah kita rencanakan karena HPL kandungan diperkirakan tanggal 15 januari 2019.

Malam tanggal 15 istriku memberitahukan bahwasanya badan tak seperti biasanya, seperti anak kecil yang ngompol, ku bawa istriku ke bidan tempat periksa kandungan seperti biasanya.

Ternyata kata bidan, "ini sudah rembes atau ketuban sudah pecah" , padahal HPL diperkirakan tanggal 15 januari 2019. Bidan menganjurkan untuk langsung dibawa ke rumah sakit, ketika itu bidan merujuk ke rumah sakit PKU di kota gedhe Yogyakarta.

Sepulang dari bidan, kita masih sempat berfikir, ini mau lahiran di jogja atau dirumah sambil boncengan berdua. Dari hasil pembicaraan di atas roda dua, kita memutuskan untuk lahiran di jogja, ya seperti yang di anjuran dari bidan, kita langsung menuju ke rumah sakit PKU kota gedhe.

Setelah di cek oleh perawat, istri akhirnya harus opname dan menunggu kedatangan dokter diesok harinya. Kita pun bermalam di rumah sakit PKU. Malam karena belum makan malam, aku sebagai seorang suami mencari makanan yang ada di sekitar rumah sakit kota gede, kubeli 2 nasi bungkus pecel lele dan 2 jeruk panas.

Kita pun makan berdua di rumah sakit tersebut sambil bercakap-cakap tentang lahiran di jogja.

Pagi pun sudah tiba, dokter juga sudah menampakkan wajahnya, setelah diperiksa dokter, di Usg dan lain-lain. Dokter mendiaknosa bahwasanya bayi dalam kandungan masih terlalu kecil untuk lahir, berat bayi yang hanya 1,8 kg, ini harus prematur kata dokter, dikarenakan ketuban sudah pecah.

Mendengar hasil diaknosa tersebut istriku langsung menangis. Bagaimanapun aku sebagai suami harus menenangkan istriku, ku bilang padanya :"say, itu hanya alat teknologi, bisa saja alat ini juga salah, satu hal yang harus kita tau, kita harus yakin sama Gusti Allah, yakin ajah Allah akan memberikan yang terbaik"

Doketer pun melanjutkan pembicaraan, bahwasanya anak ini tidak bisa lahir di rumah sakit PKU karena belum  ada inkubator dan perawat yang sanggup merawat anak yang akan lahir ini, solusinya adalah merujuk ke rumah sakit jogja atau rumah sakit sardjito.

Akupun langsung menjawab memilih rumah sakit sardjito. Proses rujuk mulai dilakukan dan kita naik ambulann ke rumah sakit sardjito.

Sepanjang perjalanan kita terus berdzikir dan meminta diberikan yang terbaik kepada Allah yang Maha segalanya. Sesampai di sardjito, langsung masuk kebagian UGD dan diperiksa oleh dokter kandungan, di Usg kembali dan hasil dari usg berat badan bayi berbeda dengan berat badan di rumah sakit PKU, hasil usg di sardjito menunjukkan angka 2,4 kg.

Artinya bayi ini normal. Seketika ku bilang sama istriku, "tuh kan, yakin ajah sama Allah" akhirnya istri mulai agak tenang dengan diaknosa yang diberikan oleh dokter kandungan.

Sambil ku bercandain istri, iya masak gara gara makan sari roti sama susu barusan berat badan adek naik beberapa gram. Sambil senyum kecil.

Setelah di periksa dan sudah pada bukaan sembilan, istri dibawa ke ruang persalinan, aku tetap ada selalu di sampingnya.

Setelah pemeriksaan dokter menanyaiku, "ini mana keluarganya?, ini cuma kita berdua dok, aku jawab". Lah terus mana jarik persiapan lahir nya, jarik dll masih otw dok sama adik ipar, kebetulan adik ipar ada di jogja.

Sekitar jam 6 sore, istri bilang bahwasanya iya mengantuk, akupun bilang sama dokter bahwasanya istri mengantuk, kata dokter " nggak apa apa tidur ajah dulu, yang penting relax, mendengar seperti itu istri langsung tidur.

Akupun tertidur disamping istriku dengan posisi duduk disampingnya dan kuletakkan kepalaku bersender dekat tangannya. karena kecapean belum tidur sehari semalam.

Tepat pukul 6.30 istriku bangun dan membangunkanku, "mas rasanya kayak mau bab". Aku bilang sama dokter, "dok, istri katanya kok rasanya mau bab", ya sudah ayuk kira siap siap jawabnya.

Tepat pukul 6.45 Ghazi pun lahir dengan selamat dan mudah syukur alhamdulillah lahir anak pertama kami dengan berat badan 2,7 kg, lho eh.. Ternyata lebih berat dari usg usg sebelumnya, proses lahiran lancar dan normal.

Setelah lahir anakku yang pertama, akupun menelepon rumah,

Aku : "assalamualaikum bu"
Ibu  : "waalaikumsalam, gimana kabarnya?"
Aku : "alhamdulillah baik bu, bu, fian mau kasih kabar, adek udah lahiran"
Ibu : sejenak diam "maksudnya?"
Aku : "iya bu, adik lahiran di jogja, alhamdulillah sehat semua"
Ibu : "Ya Allah Gustiiiiii, anak kecil semuanya, berdua lahiran di jogja," sambil nada marah bercampur bahagia. "yo es ibu besok ke jogja"
Aku :"ndak usah bu, paling 3 hari lagi adek aku bawa pulang, biar Mb ajah yang ke jogja"

Setelah tiga hari di rumah sakit, akhirnya dek sudah bisa di bawa pulang. Alhamdulillah semua berjalan lancar, yang harus kita garis bawah adalah yakin ajah dan serahkan semuanya pada yang maha kuasa Allah Swt. Semuanya pasti akan baik baik saja.

Itu adalah kisah Ghazi satu tahun yang lalu, dan sekarang di 15 desember 2019. Ghazi sudah mulai berkembang mulai merangkak, merambat dan sudah mulai mengeluarkan satu dua patah kosa kata sederhana, gigi yang sudah mulai tumbuh dan menyenangkan bagi siapa yang memandangnya.

Ibarat perjalanan hidup yang di ceritakan oleh para ulama dulu, melalui garis imaginer jogja, Ghazi sekarang berada di plengkung Gading, di sebelah kanan dan kirinya terdapat 2 pohon asem dan pohon Tanjung, artinya masa seperti ini adalah masa mendidik anak dengan cara mesem dan menyanjung, karena anak kecil ini selalu kesengsem membuat hati senang dan selalu tersanjung.

Jadikanlah penerur kita sebagai penerus yang sholih dan berbakti kepada agama, bangsa dan negara. 

Comments

Advertisement

Popular posts from this blog

Contoh Surat Permohonan Untuk Pembuatan Referensi Bank

5 Unsur Kecerdasan Emosi Menurut Daniel Goleman

Rumah Makan Unik Yogyakarta, “Kampoeng Mataraman” dengan Menu ala Rumahan