Kejadian Manusia Menurut Sains Dan Al-Qur’an.
Kejadian Manusia Menurut Sains Dan Al-Qur'an
Keinginan
saudara Anharudin lewat tulisannya “Adam dan Anthropus”, untuk menyelaraskan
antara wahyu ( dalam hal ini doktrin islam ) dan ilmu pengetahuan sudah
selayaknya mendapatkan penghargaan. Berbagai alasan tentu saja bisa dikemukakan
untuk itu.
Namun patut
disayangkan bahwa penulis tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut tentang
penyelarasan yang dikehendakinya. Apakah sekedar pengakuan kebenaran (
konfirmasi ) penemuan ilmiah oleh wahyu apakah termasuk juga pembetulan (
koreksi ) terhadap penemuan ilmiah.[1]
Betolak dari
saudara Anharudin terhadap kebenaran mutlak dari wahyu, patut diduga bahwa
istilah penyelarasan itu pada tingkatannya yang terakhir berarti koreksi pula
pada setiap penemuan ilmiah yang bersifat relatif itu. Namu dugaan ini ternyata
tidak tampak dalam uraian penulis tersebut, khususnya mengenai kejadian manusia
menurut ilmu.
Saudara
Anharudin menyatakan bahwa kata ja’ilun dalam ayat 30 pada surat al-baqoroh,
berarti mengevolusikan atau menjadikan dari satu bentuk kebentuk yang lain.
Sedangkan kata khalifah diterjemahkan dengan pengganti generasi makhluk
seblumnya ( Barangkali yang dimaksud adalah kera ).
Dengan kerangka
pemikiran itulah lantas disimpulkanbahwa teori evolusi tentang terjadinya
manusia itu bukan saja diakui sesuatu yang rasional, tatapi sekaligus bisa
dipadukan dengan wahyu. Persoalanya adalah apakah benar evolusi yang berpangkal
dari Charles Darwin itu benar-benar diakui kebenarnnya. Untuk itulah tanggapan
ini ditulis.
Untuk pertama
kali barang kali ada baiknya dikemukakan sedikit koreksi terhadap
kekeliruan-kekeliruan dalam bidang bahasa, sebab jikalau kita lihat kekeliruan
dalam mengambil kesimpulan sebelumnya lahir karena kekeliruan dalam bidang ini
berakar dari kata ja’ala yang berarti menjadikan. Tetapi dalam ayat tersebut
mempunyai konotasi “ittakhodza” yang berarti menganggkat atau memberi
jabatan. Dan jabatan itu adalah khilafah sedangkan penjabatnya disebut
khalifah. Jadi ayat yang berbunyi “inni ja-ilun fil rdi khalifah”
mempunyai pengertian “ Aku Allah akan mengangkat seseorang khalifah di muka
bumi ini “. Jadi tidak benar ( dan ini kekeliruan yang kedua ) jika kata
khalifah diartikan sebagai pengganti generasi makhluk sbelumnya manusia sebagai
mana dikemukakan oleh penulis tersebut.
Menurut sains,
Ilmu adalah hasil karya pikir manusia yang secara fisik dilakukan oelh
otak.Karena itu ilmu ilmu merupaka produk dan sekaligus milik mutlak manusia.
Karena kemampuan otak setiap manusia berbeda-beda tingkatanya sejalan dengan
proses oleh pikirannya. Mala ilmu yang dihasilkanpun menjadi relatif atau
nisbi. Sesuatu yang dianggap rasional pada masa kini bisa dianggap irasional
pada masa-masa sebelunya atau pada masa-masa mendatang. Termasuk kategori irasional
adalah hal-hal yang tidak dapat dicerna oleh otak manusia. Karena itu tidak
usah heran jika para ilmuan lantas tidak percaya kepada adanya Tuhan, malaikat,
jin, syaitan, alam akhirat, hidup sesudah mati, dan sebagainya, yang dalam
al-qur’an disebut alam ghaib ( atau dalam ilmu metafisika adalah ilmu filsafat
).[2]
Sebaliknya
menurut al-qur’an ilmu adalah mutlak milik Allah[3]
. Dan ilmu Allah itu maha sempurna, mencakup bidang fisika maupun meta fisika.
Sebagian kecil dari ilmu Allah itu diberikan kepada manusia ( Q : S. Al-isro’:
85) dan manusia yang paling pertama menerimaya adalah Adam ( Q : S : 2 : 31 )
yang kemudian diwariskan kepada anak cucunya hingga sekarang melalui proses
oleh pikir. Karena itu mausia yang tidak mau berolah pikir tidak mungkin
mendapatkan ilmu Allah itu, kecuali para nabi dan rasul yang dapat menerimanya
melalui proses wahyu.
Dari uraian ini
dapat kita simpulkan bahwa segala sesuatu yang tidak dapat dicerna oleh akal
manusia tida selamanya irasional, melainkan boleh jadi irasional, artinya
berada diluar kemampuan otak mansuia ( A. Mukti Ali, Kuliah Agama Islam, si
SESKAU Lembang, 1970, hl.9). sedangkan istilah metarasional tidak kita kenal
dalam peristilahan sains.
Jika kita
menela’ah al-qur’an dengan seksama kita akan mendapatkan banyak ayat tentang
ilmu atau sains. Namun karena ayat-ayat tersebut seringkali berupa hanya berupa
isyarat-isyarat yang pendek bahkan
sangat tersembunyi, para penelaah perlu bersikap cermat dan dalam banyak hal disiplin
ilmu-ilmu lain harus dikaitkan dengannya. Sekedar ilustrasi bisa dikemukakan
contoh-contoh berikut.
Allah menggambarkan orang yang tersesat dari
jalan Allah seperti orang yang naik ke langit dan merasa sesak nafasnya. Ilmu
fisika ternyata bisa membuktikan bahwa isyarat ilmiyah dan pernyataan itu
benar. Dengan berbagai percobaan manusia mengakui bahwa semakin tinggi kita
berada dari atmosfir bumi semakin sulit kita bernafas karena tekanan udara
diluar atmosfir bumi lebih kecil sehingga organ-organ pernapasan kita yang
disetel engan kondisi atmosfir bumi sangat sulit menyesuaikan dengan kondisi diluarnya[4].
Contoh kedua,
Allah mengumpamakan seseorang yang bertuhan selain Allah seperti lebah-lebah
yang membuat rumahnya, padahal rumah lebah-lebah itu adalah salah satu-satunya
rumah yang tidak kokoh ( mudah dihancurkan ). Pada ayat ini Allah menggunakan
kata ittakhadzat dalam bentuk ta’nis ( feminie ), ini berarti bahwa yang
membuat rumah itu adalah lebah-lebah betina. Dari penelitian ternyata para ahli
biologi mendapatkan bukti bahwa memang lebah-lebah betinalah yang membuat itu[5].
Dari uraian
diatas semakin jelas bahwa koreksi wahyu terhadap setiap penemuan ilmiyah
mutlak perlunya. Dan dari sinilah kita berpijak serta melangkah untuk melakukan
koreksi terhadap teori evolusi darwin yang telah diakui kebenarannya oleh
saudara Aanharuddin.
Munculnya
Teori dari Charles Darwin (1809-1882)
Munculnya teori
evolusi dari Charles Darwin (1809-1882) pada khakikatnya merupakan kelanjutan
saja dari teori “Omne vivuo” itu. Ia menyatakan bahwa semua makhluk hidup (
organisme) mengalami evolusi menuju kesempurnaan, dari makhluk bersel satu
(amoeba) sampai kepada manusia melalui fase-fase tertentu (tentang ini dapat
dilihat missalnya dalam diagram yang dibuat oleh Washburn, 1960). Persoalannya
ialah, jika benar teori evolusi itu bisa diakui kebenarannya mengapa hingga
sekarang generasi kera engan segala macamnya itu tetap ada dan tidak menjadi
manusia seluruhnya. Ini jelas menunjukkan bahwa kera dan manusia berada dalam
species yang berbeda[6].
Diluar dugaan
ternyata Darwin sendiri juga meragukan kebenaran teori yang diciptakannya itu.
Ia tidak mendapatkan bukti bahwa lapisan-lapisan batu didalam tanah mengandung
data dan catatan yang kronologis sepanjang waktu geologis yang enam ( dari
Azoicum sampai dengan Cenozoikum) mengenai evollusi hidup itu. Yang didapatkan
justru berlawanan dengan teorinya.
Sebagai contoh
dapat disebutkan binatang Seymoria yang disebut-sebut jembatan antara amphibi
dan reptil ternyata ditemukan dalam lapisan permain yang 20 juta tahun lebih
muda dari lapisan Pensylvanian, tempat ditemukannya reptil untuk
pertamakalinya. Karena itulah Darwin sendiri bingung. Ia menulis dalam bukunya
“The origin of species: “secara keseluruhan data geologis itu terlalu tidak
lengkap. Sedang bila kita pusatkan perhatian kita hanya kepada satu lapisan
saja, maka lebih menyulitkan lagi, misalnya kita tidak menemukan didalmnya
perbedaan-perbedaan bertahap diantara species yang dekat yang hidup dalam
lapisan tersebut[7].”
Sampai disini
dapat disimpulkan bahwa teori Darwin ternyata sangat diragukan keberadaanya
oleh para ahli biologi, termasuk Charles Darwin sendiri. Al-Qur’an bukan saja
meragukan bahkan menolak sama sekali. Manusia adalah manusia dan bukan jelamaan
atau hasil evolusi dari makhluk hidup lain yang telh ada sebelumnya.
Al-Qur’an
menyatakan dengan tegas bahwa manusia diciptakan dari tanah dengan berbagai
istilah seperti debu, (Q:S: Ali Imron : 59) tanah kering dan lumpur hitam(Q:S:
Al-Hijr :28), tanah liat (Q:S: Ashfat :11), sari pati tanah (Q:S: Shad 71) dan
sebagainya. Dan cara penciptaannya tidak dberitahukan kepada manusia, hanya
dikatakan bahwa ketika Allah menciptakan adam, manusia pertama, Allah berfirman
“ jadilah, maka jadilah ia”(Q:S: Ali Imran: 59).
Dari ayat-ayat
diatas jelas sekali bahwa menusia merupakan makhluk tersendiri yang berbeda
yang berbeda dengan mahluk-mahluk yang lain itu, Perbedaan itu terdapat pula pada ditiupkan roh oleh
Allah kepada makhluk manusia itu, sesuatu yang tidak dilakukan kepada
makhluk-mahluk lainya.
Kalau dikatakan
bahwa kejadian manusia itu menglami fase-fase tertentu ( evolusi ) maka menurut
Al-Qur’an evolusi tidak sama dengan evolusi yang dimaksudkan olh teori Darwin
Dan evolusi ini terjadi pada penciptaan melalui pembiakan (Talqih) di dalam
rahim wanita, setelah terjadi proses pertemuan sperma dari laki-laki dengan sel
telur pada wanita. Menurut Al-Qur’an evolusi itu diawali dengan Nutfah,
kemudian berubah menjadi darah kental, daging, tulang-belulang, kemudian tulang
itu dibungkus dengan daging dan akhirnya berwujud manusia yang sempurna[8].
Kesimpulan
Dari uraian
diatas jelaslah bahwa Al-Qur’an mempunyai visi yang berbeda dengan teori
evolusi Darwin, sehingga karenanya siapapun yang percaya akan kebenaran
al-Qur’an tidak dapat bersikap lain, kevuali menolak secara total menolak teori
itu. Namun demikian Al-qur’an tidak menutup kesempatan kepada ahli biologi
untuk melakukan penelaan terhadap aspek-aspek biologis dari makhluk mansuia
itu. Penjelasan al-qur’an yang menyatakan bahwa manusia ditetapkan sebagai
penghuni bumi yang diciptakan, dimatikan dan dihidupkan kembali di bumi (Q:S:
al-a’raf:24) menunjukkan bahwa fosil-fosilnya bisa dipelajari sehingga sejarah
pertumbuhan manusia itu dapat diketahui secara pasti.
Semoga makalah
ini dapat menggugah para pemikir dan sarjana muslim untuk menampilkan
konsepsi-konsepsi kelilmuan dari Al-Qur’an ke tengah-tengah dunai ilmu sekarang
ini.
Daftar
pustaka
·
[1]
Prof.Dr.T.Jacob Ms. M.D, Ir Basit Wahid, Ir. R.H.A. Syahirul Alim M.Sc, Drs.
Machmun Husein, Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam, Gema Risalah Press Bandung
1992
·
Al-Qur’an
·
Charles Darwin,
The Orgin of Species, Ikon Teralitera, 2002
[1]
Prof.Dr.T.Jacob Ms. M.D, Ir Basit Wahid, Ir. R.H.A. Syahirul Alim M.Sc, Drs.
Machmun Husein, Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam, Gema Risalah Press Bandung
1992, hal : 5
[2]
Prof.Dr.T.Jacob Ms. M.D, Ir Basit Wahid, Ir. R.H.A. Syahirul Alim M.Sc, Drs.
Machmun Husein, Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam, Gema Risalah Press Bandung
1992, hal : 6
[3]
Q:S Al-Ahsqof : 23
[4]
Q : S, Al-Anam : 125
[5]
Q : S, Al-Ankabut : 41
[6] Prof.Dr.T.Jacob Ms. M.D, Ir Basit Wahid, Ir.
R.H.A. Syahirul Alim M.Sc, Drs. Machmun Husein, Evolusi Manusia dan Konsepsi
Islam, Gema Risalah Press Bandung 1992, hal : 8
[7]
Charles Darwin, The orgin of Species,(1872 Bab 10 )
[8]
Q:S, Al-Mu’minun : 12-14
subhanallah... ^_^
ReplyDelete